Pengalaman aku 4 tahun yang lalu bisa jadi merupakan tahapku untuk menjadi lebih dewasa,karena sebelum itu belum pernah berfikiran tentang bagaimana mencari uang,dan masih meminta uang ke orang tua. Ngomong-ngomong perkenalkan namaku adalah Triyono anak malang (maksudnya anak dari kota malang) . Ketika aku menginjak umur 16 tahun aku disuruh orang tuaku untuk mondok.
Sebelum itu aku sekolah di negeri jadi belum pernah merasakan bagaimana menjadi seorang santri . sekedar hanya tahu dari baca- baca di buku dan internet. Tak berlalu lama saya daftar di sma arrohmah dau malang melakukan test dan keterima (jujur sebenarnya sekolah ini lumayan mahal , untuk uang gedung saja 16juta dan spp 1.250.000).
Sekitar 6 bulan setelah menjalani masa perkenalan dan percobaan akhirnya saya merasa betah untuk nyantri sampai lulus. Mulai dapat kenalan berbagai suku dan daerah ,bahkan ada dua yang dari luar negeri ,yaitu Australia dan Kuwait. Dari semua kenalan itu saya mendapati banyak teman yang potensial untuk partner bisnis masa mendatang .
Temanku bernama Salim dia adalah anak pedagang martabak dan juga bisnis aqiqoh dan qurban ,omzetnya lumayan banyak sedangkan temanku yang lain bernama Azman yang berasal dari Kalimantan utara yaitu Tarakan . Ayahnya adalah bisnis kelapa sawit dan berternak udang,dan yang terakhir sebagai partner bisnisku adalah Hadi anak asli batam.
daftar isi
Dapat ide bisnis
Kira-kira uang saku kuranglah yang menyebabkan aku dan Hadi baru berfikiran tentang bisnis setelah lulus dari kelas 10 SMA. Dari sekian banyaknya bisnis yang ada dipondok kami baru berfikiran tentang bagaimana menjual mie instan. Sebelumnya ada bisnis berjualan nasi bungkus atau anak santri menyebutnya bengkel dan untungnya lumayan besar ,tapi sudah diambil alih oleh cimeng alias Rama ,asli anak surabaya .
Cimeng mampu meraup keuntungan dua juta setengah dalam satu bulan, dari hasilnya berjualan dia tabung sebagian dan sebagiannya dihutangkan ke temannya. Untuk bisnis dia bekerja sama dengan pegawai dapur bernama Rompal,lalu dari hasilnya mereka bagi menjadi dua.
Yakin akan prospek berjualan mie instan aku dan Hadi langsung berunding dan melakukan rencana.Kami mengatur darimana kita dapat stok mie instan , cara memasaknya,bagaimana tentang pembagian hasil , dan modal yang akan diputar.Langsung saja kita dapat ide untuk meminjam alat masak kecil yang bisa dimasak tanpa menggunakan api ,tinggal dicolok dengan listrik langsung bisa untuk dimasak,aku meminjam salah temanku yang memilikinya,bernegosiasi dengannya dan memberikan dia semacam royalti .
Saya kira alat masak ini menarik karena mengurangi budget biaya kami untuk beli gas,dan selain itu juga tidak ada pajak dalam berbisnis di pondok ,jadi semuanya aman . Untuk masalah stok kami langsung mendatangi agen toko yang melayani barang tanpa eceran yang harganya cukup lumayan murah .untuk komunikasi dengan sang pemilik toko saya membeli sebuah hp yang sangat kecil ,lumayan untuk disembunyikan karena di dalam pondok tidak diperbolehkan untuk membawa hp dan barang elektronik sejenisnya .
Bisnis pun berjalan dan alhamdulillah profit kami cukup lumayan yaitu 1 juta rupiah.Meskipun kalah dengan bisnisnya si Cimeng dan ribetnya untuk memasak namun bisnis jualan mie instan harus tetap berjalan.Pelanggan kami rata – rata kebanyakan adalah teman seangkatan ,lalu sebagian kecilnya adalah kakak dan adik kelas.
Setelah mengincar pasar anak kelas 11, saya dan hadi berencana untuk mengincar pasar anak kelas sepuluh,lumayan untuk menambah profit siapa tahu tembus 10 juta (hehehe…menghayal).Kami pun mengenal anak bernama Indra yang berasal dari papua ,mekipun dari papua namun warna kulitnya putih, mungkin termasuk tanda tanda kiamat kali yaa .
Kerja sama dengan Indra ternyata tidak membuahkan hasil ,karena dia merasa mendapatkan bagian kecil dari keuntungan ,dan memutuskan berhenti setelah 1 bulan berjalan.Kami tidak menyerah ,meskipun tidak bisa menguasai pasar kelas sepuluh kami memutuskan untuk melebarkan bisnis ke jualan yang lain setidaknya tidak hanya berjualan mie instan .
bisnis mulai berafiliasi
Dalam kurun waktu 2 bulan saja ada fenomena santri yang ruang lingkupnya cukup besar .Banyak santri yang kehilangan sandalnya alias di gosop, dan keliru dalam mengambil sandal.Kami mulai berfikir bagaimana solusinya dan apakah bisa jadi peluang untuk bisnis kedepannya.Dalam sekilas pikiran terbesit ide untuk bagaimana berjualan sandal saja ,meskipun di kantin pondok sudah ada namun selalu kehabisan stok dan menunggu ketersediaannya lumayan lama.
Baru terfikirkan olehku juga bahwa diangkatanku ada yang hobinya desain dan menggambar,namanya topan biasa dipanggil lowo(kelelawar) karena sering begadang tiap malam dan sering tidur di siang hari .Aku dan Hadi pun berunding dengan si Topan tentang bisnis sandal dan jumlah royalti untuk hasil desain dia,syukurnya dia mau (kebetulan dia adalah anak polos,jadi mudah dipengaruhi).
Aku pun menelepon agen toko langgananku dan meminta beliau untuk mengirim stok sandal sebanyak banyaknya,kira kira total 500 ribu aku keluarkan untuk modal.Aku ,Hadi,dan Topan mulai terlihat kesibukannya. Topan mulai mengatur desainnya ,Hadi mencetak daftar hasil desainnya ,Dan aku mulai mempromosikan dengan membagi bagi brosur ke para santri santri,baik santri smp maupun sma.
Permintaan sandal eiger dan sandal jepit lumayan besar sehingga membuatku membatasi penjualan mie instan. Desain sandal jepit yang kami buat ternyata menarik sehingga santri banyak yang suka,singkatnya dalam waktu kurun 1 bulan kami mendapatkan total penjualan hampir tiga juta setengah.
Bisnis terdengar ustadz
Ternyata bisnis tidak selamanya mulus ,dan itulah yang kami rasakan setelah berjualan hampir 6 bulan lamanya. Meskipun bisnis kami lumayan besar namun kami telah meninggalkan kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh santri di asrama ,yaitu fokus belajar dan mengaji.sejak berbisnis kami mulai tidak bersemangat untuk belajar dan mengaji.
Hampir sebagian waktu kami tersita hanya memikirkan bisnis dan bisnis,ditambah lagi topan gagal memenuhi ujian hafalan 2 juz .Topan ditanya kenapa kok gagal ujian hafalan 2 juz,akhirnyadia mengakui kalau dia asyik mendesain dan berjualan .Ketika ditanya siapa saja yang diajak berjualan ,topan memberitahu nama kita berdua.
Peraturan pesantren berlaku bahwa tidak boleh santri manapun jualan di asrama,akhirnya kami pun terpaksa menutup bisnis kami dan fokus untuk mengejar ketertinggalan dalam target pondok,termasuk cimeng alias Rama dia juga kena imbasnya dengan menghentikan jualan nasi bungkusnya .
Bisnis diambil alih pihak lain
Ternyata kebangkrutan kami terdengar pihak lan terutama kantin pondok,akhirnya situasi ini dimanfaatkan oleh pihak tersebut.bisnisnya cimeng yaitu jualan nasi bungkus diambil alih oleh oph atau organisasi semacam osis di khusus pondok pesantren hidayatullah ,disisi lain ternyata ada teman Cimeng yang telah berhutang kepadanya sekitar 20 juta.Bisnis mie instan juga demikian ,wak lis salah satu keponakannya pengasuh smp berjualan mie instan ,sontak saja banyak pengunjungnya yang memesan.
Rencana bisnis habis lulus
Wisuda kelulusan telah dilaksanakan ,temanku seperjuangan sudah banyak yang kembali ke daerahnya masih masing ,demikian dengan saya . Pengalaman nyantri di arrohmah putra cukup membuatku terkesan . Rencana bisnis kedepannya belum jelas ,namun kami telah melakukan reuni bersama kemaren waktu akhir januari,melihat kondisi teman seperjuanganku setelah 1 tahun tidak bertemu lumayan melegakan ,namun sangat disayangkan mereka masih bergantung dengan orang tua.
Dalam waktu tempuh kuliah sekitar 4 tahun sangat disayangkan waktunya bila Cuma mengerjakan tugas kuliah dan bersenang senang tanpa berfikir untuk memiliki penghasilan sendiri.Hal itulah yang saya renungkan dalam beberapa hari kemudian,dan alhamdulillahnya saya diperkenalkan dengan pondok pesantren sintesa ,sehingga timbul semangat untuk memiliki penghasilan sendiri.
Itulah cerita pengalamanku selama 4 tahun yang lalu ,semoga menginspirasi dan bermanfaat.